Entri yang Diunggulkan

Sudah Ramai Online, Apakah Perpustakaan Desa Masih Berpotensi Diminati ?

Perpustakaan Desa, kata ini mungkin sudah mulai jarang terdengar di telinga Anda. Apakah Anda pernah sekali saja berkunjung ke perpustakaan ...

Ummahat Berprestasi dari Demak Kota Wali

 “Sejak SD, Mba Dian sudah memiliki hobi menulis. Ia menuangkan cerita di mana saja, termasuk di kertas ujian. Namun saat itu, bakatnya tidak ia sadari.”

-Hardita Pangestuti-

Ummahat Berprestasi dari Demak Kota Wali

Nama lengkapnya adalah Mba Dian Nafi.
Mba Dian, demikian ia sering dipanggil, sosok perempuan yang ramah, rendah hati, bersahaja dan turun ke bumi, meskipun beliau sudah menjadi orang yang sukses sebagai arsitek dan juga aktivis sosial kemasyarakatan. 

Mba Dian adalah senior di Komunitas Literasi Perpustakaan SMA Negeri 1 Demak dan juga komunitas penggiat literasi sebagai penulis asli Demak, yang sering mengisi materi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Demak. Selain itu, ia juga aktif di Fatayat NU. Sehingga banyak orang yang terinspirasi oleh sepak terjangnya sebagai seorang ummat, ibu rumah tangga yang juga sukses di berbagai bidang dan sangat bermanfaat untuk ummat. 

Seorang Ummahat (Ibu Rumah Tangga) yang Aktif Menulis

Sejak SD, Mba Dian sudah memiliki hobi menulis. Ia menuangkan cerita di mana saja, termasuk di kertas ujian. Namun bakatnya tidak ia sadari dan setelah lulus kuliah ia dan suami malah terjun ke dunia arsitek.

Pada tahun 2008, suami Mba Dian meninggal dunia dan ia berdiam diri di rumah menjalani masa iddah selama empat bulan sepuluh hari. Saat itulah saya mulai mengenal media sosial dan bertemu dengan rekan lama yang mengajak saya menulis lagi. Ia pun aktif mencari info lomba menulis yang diadakan berbagai penerbit yang sebagian besar berhasil ia menangkan. Tawaran pun mulai berdatangan. Novel pertama yang diterbitkan berjudul “Mayasamara”. 

Waktu berlalu, Mba Dian semakin sering membuat buku fiksi maupun non fiksi. Di saat membuat cerita-cerita fiksi, ia tidak pernah main-main dalam menggarapnya. Karena menurut, fiksi bukan berarti tidak ada perbandingan data dan fakta untuk cerita. Sehingga terkadang menulis sebuah novel, ia harus melakukan penelitian, terjun langsung ke berbagai lokasi, wawancara dan mengamati cerita sehingga dihadirkan sesuai dengan kondisi riil di lapangan. 

Bagi Mbak Dian, menulis buku dengan riset langsung ke lapangan sangat menyenangkan dan menyenangkan. Karena darinya ia bisa menambah pengalaman dan teman. Biasanya saat melakukan riset semacam itu, ia juga akan menemukan banyak hal baru yang bisa digali dan mungkin karya barunya di lain waktu.

Sementara itu, dalam kesehariannya, ibu dua anak ini selalu membawa buku catatan yang disebut sebagai buku ide. Saat menemukan hal menarik di mana pun berada ia akan mencatatnya dalam buku tersebut agar mudah diingat di kemudian hari. Sehingga di waktu luang, ia tinggal menjabarkan ide-ide yang tertulis menjadi sebuah alur cerita. Demikian pula ketika meminta penerbit tema-tema tertentu, ia membongkar buku ide yang diterbitkan. Dari situ ia akan menemukan cerita yang pas sesuai tema yang diminta penerbit, yang terselip di halaman tertentu.

Menulis buku memang tak membayangkan yang dibayangkan. Untuk satu novel, di awal-awal menulis Mba Dian memerlukan waktu penyelesaian sekitar delapan bulan. Itu terjadi karena ia belum menemukan metode yang pas dan tepat. Semua ide di kepala begitu saja dalam bentuk cerita sehingga kadang menjadi pembohong dan perlu proses editing lebih. 

Seiring berjalannya waktu, Mba Dian terus belajar. Akhirnya ia menemukan cara paling efektif menulis novel. Dimulai dari menemukan ide, pesan yang akan disampaikan, dan lain-lain. Pesan moral menjadi bagian yang sangat penting dalam karya-karyanya. Karena ia ingin memetik pembelajaran tertentu dari cerita yang ditulis. Karena itulah yang disukai dunia tulis menulis. Ia ingin literasi Indonesia yang mampu memberikan inspirasi, terutama bagi generasi muda.

Setelah ide dan pesan disusun, langkah selanjutnya adalah menentukan kerangka alur cerita, garis besar perwatakan tokoh dan lain sebagainya. Lewat cara demikian cerita yang dibangun tidak akan keluar dari ide awal. 

Sekarang, Mba Dian sudah menghasilkan lebih dari seratus buku. Lebih dari 30 di antaranya merupakan novel karya pribadi; “Mayasmara”, “Gus” dan yang terbaru “Matahari Mata Hati”. Sementara sisanya antara lain berupa antologi puisi dan karya yang ditulis bersama penulis lain. Selain itu, ia juga menulis tema umum seperti travelling sebagai misal dalam bukunya yang berjudul “Miss Backpacker”, agama, dan buku motivasi. 

Mba Dian merasa telat dalam menulis. Untuk mengejar ketertinggalan, ia berusaha seproduktif mungkin. Bahkan kini mampu menghasilkan satu buku setiap bulannya. Namun, meski sudah lebih dari seratus buku yang dihasilkan, ia merasakan pengalaman saat ini masih belum sempurna; dalam proses menempa kemampuan menulis yang bagus.

Merintis Taman Baca

Bukan karena hobinya sebagai penulis jika Mba Dian Nafi mendirikan taman bacaan. Namun lebih karena kepedulian pada dunia pendidikan yang mendorong ia merealisasikan taman baca tersebut. Karena sejak awal, selain sebagai arsitek dan penulis, Mba Dian memang sangat konsen pada dunia pendidikan. Ia mendirikan dan mengelola dua PAUD sekaligus yakni PAUD Cahaya di Semarang dan PAUD Fadhoilusy Syukriyah di Demak.

.......................
Kisah lengkap "Ummahat Berprestasi dari Demak Kota Wali" dapat anda baca di buku Membumikan Literasi.
Membumikan Literasi.


Belum ada Komentar untuk "Ummahat Berprestasi dari Demak Kota Wali"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel